Sunday, September 04, 2005

Jalan Islam Ratu Bulutangkis

Atas bimbingan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan, Verawaty Wiharjo, ratu bulutangkis Indonesia diakhir 70-an, mengucapkan ikrar 2 kalimat syahadat. “Bismillaahirrahmaanirrahiim, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya Verawaty Wiharjo, lahir tanggal 1 Oktober 1957 dengan ini menyatakan memeluk agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat : asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadar rasuulullah.” Haji Goesti Abdul Moeis, Ketua MUI Kalsel, memimpin dan memberikan taushiyah dalam acara yang khusyuk serta khidmat tersebut. Mulai April 1979 itu, Verawaty Wiharjo yang kemudian dikenal sebagai Verawaty Fajrin, telah menjadi seorang muslimah.

Pada tahun 1981, kala usianya mencapai 24 tahun, Verawaty menunaikan ibadah haji bersama sang suami, Fajrin Biduin Aham. Dalam acara Walimatusy Syafar yang digagas oleh Yayasan Ukhuwwah Islamiyyah, pimpinan Haji Junus Jahja, ratu bulutangkis itu mengutarakan alasan mengapa ia tak bisa ikut Non-Olympiade Games, Santa Clara, yang bertepatan dengan bulan ramadhan tahun itu.”Saya ingin menjadi muslimah yang baik dengan ber-shaum penuh di bulan ramadhan.”paparnya saat itu.”Lihat keringat saya. Seperti baru latihan saja.” ucapnya sambil membasuh peluh selesai pidato. Maklum, menurut keterangannya, baru pada kali itu didapuk untuk berpidato. Dalam kesempatan tersebut, Vera- demikian panggilannya- meminta doa dari seluruh hadirin, agar bisa memenangkan kejuaraan antar master di London, yang akan diikutinya sebelum berhaji.

Tanggal 20 Oktober 1981, Vera dan suami tiba kembali di tanah air, dengan menyandang gelar Hajjah. Keluarga dekat dan keluarga besar muslim Tionghoa Jakarta menyambut kedatangannya. Haji Junus Jahja bahkan sempat berkata : “Atas kepulangan Masagung dan Verawaty beserta suami, bertambah lagi jumlah anggota keluarga besar muslim Tionghoa Jakarta, yang telah menunaikan ibadah haji.” Menurut perkiraannya, warga keturunan Tionghoa Jakarta yang telah berhaji pada saat itu, kisarannya kurang-lebih sebanyak 30 orang.

Keinginan tertinggi umat Islam saat hidup di dunia adalah menunaikan ibadah haji. Bisa ber-thawaf, melakukan sa'i, menatap baitullah, bershalat dan berdoa di tempat-tempat yang makbul. Pasti tersirat juga sebersit keinginan untuk mencium hajar aswad. Dan saat cita-cita itu tercapai, maka alangkah luar biasanya kebahagiaan yang meresap ke dalam dada. Karena rasa bahagia itu pula, sepulang dari berhaji, Hj. Verawaty mengadakan acara malam tasyakuran di aula MUI Masjid Istiqlal, Jakarta. Rasa syukur dan kebahagiaan begitu besar. Sehingga sulit diungkapkan dengan kata-kata. Dalam kesempatan itu Hj. Verawaty mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Ukhuwwah Islamiyyah, MUI, Departemen Agama (Depag), serta kaum handai taulan yang telah ikhlas membantu. Pada akhir sambutan ia bertekad untuk terus berupaya mengharumkan nama bangsa melalui cabang olahraga bulutangkis.

Saat ramah tamah, kepada wartawan Tempo, Hj. Verawaty menceritakan betapa seriusnya ia mempelajari manasik haji disela-sela kejuaraan antar master di London. Sebab keasyikan menghafal tata cara ibadah haji, nyaris tak pernah ia tidur tepat waktu. Padahal keesokan harinya ia mesti bertanding. Walhasil, entah karena kurang tidur atau memang lawan sedang berada diatas angin, ia akhirnya tumbang ditangan Lenne Koppen (Denmark). Namun begitu, buah ketekunannya adalah kemampuan berbahasa Arab dan shalat yang lebih khusyuk, sebagaimana pemaparan sang suami. Oleh karenanya tak mengherankan jika Hj. Verawaty bisa begitu khidmat melalui ibadah demi ibadah di tanah suci.

Mengingat reputasi Verawaty Fajrin sebagai ratu bulutangkis Indonesia ketika itu, maka jalan Islam yang ditempuhnya menarik perhatian banyak orang, terutama etnis Tionghoa. Muslimah non-Tionghoa menjadi tergugah untuk meningkatkan kualitas ibadah, berkat teladan yang dicontohkan oleh Hj. Verawaty Fajrin. Tak pelak, Juara Dunia Tunggal Putri tahun 1980 dan Juara Ganda Putri All England 1979 ini, tak hanya didapuk sebagai duta olahraga saja. Secara tak langsung ia ditahbiskan pula sebagai pembawa pesan Islam bagi banyak kalangan di Indonesia. Karena itulah, Ketua Bidang Luar Negeri & Organisasi PBSI, P.Soemarsono, menghimbau Verawaty Fajrin dan Yayasan Ukhuwwah Islamiyyah untuk ikut mengampanyekan olahraga bulutangkis. Ke lingkup madrasah, pesantren maupun majelis ta'lim. Dengan demikian bulutangkis dapat menjadi pilihan sehat bagi kalangan muslimin dan muslimah. Atau mungkin saja dunia pendidikan Islam bisa mencetak atlet-atlet tangguh, khususnya atlet bulutangkis.

Betapa berartinya kiprah sang ratu bulutangkis Verawaty Fajrin, diungkapkan pula oleh Ketua MUI saat itu, KH. Hasan Basri. Dengan prestasi tingginya dalam dunia olahraga, ikrarnya sebagai muslimah, bahkan sudah menyandang predikat hajjah pula, Verawaty otomatis menjadi aset dakwah bagi dien Islam yang mulia (Harian Indonesia, 22-11-1981). Keislaman Verawaty Fajrin adalah sebuah peristiwa penting dan besar. Sama besarnya dengan peristiwa keislaman Muhammad Ali, saat namanya tengah berkibar sebagai juara dunia kelas berat.



*Penulis adalah Redaktur Pelaksana cyberMQ

No comments: