Thursday, October 06, 2005

Bulan Penuntas Dahaga Jiwa

Bulan ramadhan telah tiba. Bagi mereka yang merindukannya, detak jantung-pun seakan berdegup cepat. Sudah tak sabar lagi untuk mereguk 'air ramadhan'. 'Air' yang akan membasuh segala penat di jiwa, 'Air' yang akan menyegarkan batin kita yang kerontang, kemudian membebaskannya dari segala cemar dan panas yang melayukan 'pepohonan' iman.

Pada bulan ramadhan seluruh umat Islam diwajibkan berpuasa. Mulai dari waktu imsak hingga bedug maghrib, tubuh tertahan dari asupan makanan dan minuman. Ketika tubuh beristirahat, sebaliknya, jiwa kita terus bekerja menampung ilmu dan hikmah. Kendati tenggorokan kering disebabkan oleh haus yang sangat, hendaknya jiwa kita selalu bersiap menyambut kedatangan 'deras hujan.' Jiwa yang keras dan padat kembali gembur, karena siraman hujan itu. 'Tetumbuhan' takwa yang tadinya layu kembali berkembang segar, bahkan menumbuhkan 'pepohonan' baru.

Agar jiwa kita menjadi lahan subur bagi tumbuhnya keimanan, berjihadlah siang-malam dalam bulan ramadhan ini. Barangsiapa yang memadukan jihad siang-malam itu, menurut Ibnu Rajab dalam kitab Lathaa'iful Ma'arif, akan meraih pahala yang tidak terhitung.

Berjihadlah pada siang hari dengan menyempurnakan ibadah shaum. Shaum tubuh dengan menghindari makan-minum. Shaum jiwa dengan menghindari perbuatan zhalim dan perkataan dusta. “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum.”begitu sabda sekaligus peringatan dari Rasulullah SAW terhadap kaumnya, dalam hadits riwayat Bukhari.

Berjihadlah pada malam hari dengan menyempurnakan ibadah fardhu, serta melengkapinya dengan shalat tarawih, witir dan qiyamul lail. “Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”sabda Rasulullah SAW dalam hadits Muttafaq 'Alaih. Puncak jihad malam terdapat dalam sepuluh hari terakhir bulan ramadhan. Dalam sepuluh hari terakhir itu terselip satu malam, malam yang lebih baik daripada seribu bulan (Lailatul Qadr). Malam dimana pintu-pintu langit dibukakan, do'a-do'a menjadi makbul, dan segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan (kitab Risalah Ramadhan, Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al Jarullah : Darul Wathan, Riyadh, Saudi Arabia). Siapa yang mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (Hadits Muttafaq 'Alaih).

***

Makna jihad di bulan ramadhan terkait langsung dengan jihadun nafs, yaitu jihad menaklukkan hawa nafsu. Hawa nafsu inilah yang biasanya membuat hati kita gelap, jiwa kita kering, perasaan kita melulu menggugu keinginan lahir. Hawa nafsu juga yang membuat kita khilaf dari tugas menyemai benih kebaikan di lahan jiwa. Kita jadi sibuk mencari harta, tahta, serta memuaskan syahwat belaka, sebab mengikuti hawa nafsu tersebut. Padahal, kebahagiaan sejati itu terletak dalam kekayaan jiwa, bukan dalam tampilan dunia yang disimbolkan dengan harta, tahta dan wanita.

Jiwa orang yang merasa sugih walaupun tanpa banda, merasa kaya walau tak punya banyak harta, tak bertahta, dan mencintai wanita hanya demi Allah sajalah, yang bakal terbebas dari segala bentuk kedukaan. Jiwanya tak bakal merasai kemarau gersang, yang bisa membuat 'pepohonan' iman, 'tetumbuhan' takwa, kering ranggas dan tumbang. Di bulan ramadhan inilah waktunya lahan jiwa kita disiangi, dibasahi dan digemburkan, supaya siap menjadi tanah bagi tumbuh suburnya pohon keimanan dan ketakwaan. Ketahuilah, upaya tersebut hanya membuahkan hasil ketika kita mampu melakukan jihad siang-malam di bulan ramadhan. Dalam jihad siang-malam itulah batin kita akan menikmati kucuran 'air ramadhan', yang ampuh meredakan dahaga jiwa, serta ampuh menyegarkan kembali hati yang lelah menghadapi ujian, cobaan, dan peliknya urusan dunia.(red/aea)