Thursday, September 15, 2005

Karena Penyakit Hubbud Dunya

"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (Q.S. At-Taubah ayat 34-35).

Allah SWT sangat murka kepada mereka yang melakukan al-kanzu (perbuatan menimbun harta), sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya diatas. Namun sering kita salah memahami pandangan-Nya, berkenaan dengan urusan harta duniawi tersebut. Ada dari kita yang menduga, bahwa Islam melarang orang kaya, bahwa mengumpulkan harta itu tercela, saat baru membaca satu ayat itu saja. Banyak juga dari kita yang menganggap : kepapaan itu lebih terpuji daripada kebercukupan, dalam pandangan risalah agama yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW ini.

Kebalikan dari al-kanzu adalah al- 'afwu, yaitu menginfakkan apa yang berlebih dari kadar kebutuhan pribadi. "Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Yang lebih dari keperluan.' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir."firman Allah dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 219. Dalam kitab Al Jami li Ahkam al Qur'an, Al Qurtubhi mengutip tafsir dari Imam Abdullah Bin Abbas, Imam Hasan Al Bashri dan Imam Qatadah bin Du'amah As-Sadusi, berkenaan dengan makna ayat tersebut. Tafsirnya adalah “Infakkanlah harta yang berlebihan dari kebutuhan-kebutuhan pribadimu, namun jangan sampai membuat dirimu menjadi merugi sehingga menjadi orang miskin."

***

Jelas bagi kita, bahwa Allah sama sekali tak melarang kita memperkaya diri atau mengumpulkan harta, saat menyimak pembahasan teks Al Qur'an mengenai perbuatan al-kanzu maupun tindakan al-'afwu diatas. Islam melarang al- kanzu, sebab perbuatan itu menghalangi kemanfaatan suatu barang/jasa yang seharusnya dinikmati oleh banyak orang. Nilai utility sebuah produk menjadi minus, karena perbuatan al- kanzu yang diterapkan oleh perorangan atau lembaga usaha itu.

Sebaliknya, Islam menganjurkan al-'afwu, agar kelebihan harta kita bisa diinvestasikan kedalam usaha-usaha tertentu, yang tentunya harus juga memperhitungkan nilai profit, benefit dan keberkahan. Nilai profit adalah berapa besar usaha tersebut menghasilkan keuntungan atau laba materiil bagi kita. Nilai benefit atau manfaat adalah seberapa mampu usaha kita menyejahterakan diri,serta menyejahterakan orang-orang disekitar kita.

Disamping nilai profit dan benefit, jangan dilupakan : nilai keberkahan. Jika dua nilai sebelumnya terkait erat dengan urusan hablum minannaas, maka dalam perkara nilai keberkahan, segi hablum minallaah-nyalah yang lebih dominan. Artinya, jika nilai profit dan benefit terkait langsung dengan tanggung-jawab horisontal terhadap sesama, maka segi keberkahan menyangkut tanggung-jawab langsung seorang pelaku usaha kepada Allah SWT. Tips agar selamat dalam pertanggungjawaban diri dihadapan-Nya adalah dengan : memilih usaha yang halal dan thayyib.

Dari larangan melakukan al-kanzu maupun anjuran melakukan al-'afwu tersirat jelas, Islam menghendaki pemerataan dalam bangun perekonomian sebuah masyarakat. Tak boleh ada dalam masyarakat Islam, beberapa gelintir orang hidup bermewah-mewah, sementara mayoritas lainnya hidup dibawah garis kemiskinan. Hendaknya mereka yang berkecukupan ikut membantu pengentasan kemiskinan. Dengan sedekah harian, rutin mengeluarkan zakat fitrah, dan lebih penting lagi membuka jalan rejeki bagi orang lain. Niat itu bisa diwujudkan dengan menggagas pendirian sebuah badan usaha atau lembaga keahlian, perancangan sebuah proyek padat karya, sehingga mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Sayangnya Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, malah jauh dari cita-cita ideal pemerataan dalam bidang perekonomiannya. Banyak ketimpangan terjadi, semakin tampak kentara kesenjangan antara si kaya dengan si miskin. Di negeri ini belum banyak pengusaha besar yang aktif bertindak sebagai bapak angkat usahawan kecil. Yang paling sering kita temui adalah : penyabotan terhadap hak-hak rakyat kecil, demi kepentingan pengusaha besar dan segelintir orang-orang di birokrasi. Motif mereka jelas adalah al- kanzu, atau memperkaya diri dan kroni-kroni, sebuah perbuatan yang jelas diharamkan lewat ayat 34-35 Al Qur'an surat At-Taubah, yang telah dikutip dalam paragraf pembuka.

Fakta terkini dari perbuatan al- kanzu itu adalah kegiatan penimbunan dan penyelundupan bahan bakar minyak (BBM), dari perairan Indonesia ke luar negeri. Kasus tersebut kini ramai diberitakan oleh berbagai media cetak dan elektronik. Sebab ironisnya, terjadi ditengah kelangkaan beberapa jenis BBM di daerah-daerah tertentu, terjadi diantara kabar melonjaknya harga BBM di pasar minyak dunia. Berdasarkan bukti awal yang ditemukan pihak Pertamina, kalangan aparat, sindikat penyelundup mancanegara dan oknum pejabat Pertamina sendiri, termasuk sebagai pihak-pihak yang ditengarai telah bersekongkol dalam kriminal penyelundupan itu.

***

Realita penyimpangan tersebut menunjukkan kepada kita, bahwa satu diantara banyak penyakit kronis yang menjangkiti kalangan terhormat negeri ini adalah : al-kanzu. Lalu, mengapa orang berkelebihan dan berkecukupan sampai terjebak melakukan perbuatan yang diharamkan itu ? Tentu bukan masalah ekonomi, bukan masalah pemenuhan kebutuhan hidup, yang menjadi sebab utamanya.

Rasulullah SAW pernah mengingatkan kepada kita, jangan sampai hati ini terjangkiti hubbud dunya, yaitu : cintaan berlebihan terhadap harta dunia. Memang normal saja manusia mencintai harta dunia, sebab Allah SWT sendiri telah berfirman :"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan (kendaraan mewah), binatang-binatang ternak, dan sawah ladang, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik"(Q.S. Ali 'Imran : 14). Namun, jika cinta dunia melebihi cinta seorang hamba terhadap Rabb-nya, maka segala yang dicintai dan disukainya itu malah akan menjadi fitnah bagi diri.

Rasulullah SAW menggolongkan hubbud dunya sebagai fitnah terbesar bagi umatnya, sebagaimana sabda beliau : "Setiap umat memiliki fitnah dan ujian, dan fitnah terbesar bagi umatku adalah harta dunia."(H.R. Muslim) Selain siksa pedih terhadap mereka yang terlampau mencintai dunia, sebagaimana tercantum dalam Al Qur'an surat At-Taubah ayat 34-35, Rasulullah SAW pernah juga mengingatkan umatnya akan siksa pedih dan murka Allah, bagi siapa-siapa yang terjangkiti penyakit hubbud dunya. "Sesungguhnya harta dunia ini adalah ibarat tanaman yang hijau (yang sangat menarik) dan terasa manis. Harta dunia akan menjadi sebaik-baiknya sahabat bagi kehidupan seorang Muslim, jika mendapatkannya dengan cara yang benar dan memanfaatkannya dengan cara yang benar pula, seperti untuk menegakkan agama Allah, menolong dan membantu anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal dalam perjalanannya). Dan barangsiapa yang mendapatkannya dengan cara yang tidak benar, maka ibarat orang yang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang, dan kelak akan menjadi saksi pada hari kiamat (yang memberatkan)."demikian peringatan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Bukhari.

Agar diri tak terjangkiti hubbud dunya, terbebas dari kotoran hati dan kelak kembali pada nafsul muthmainnah, hendaknya kita mampu memilah antara urusan 'kebutuhan' dengan perkara 'keinginan'. Kita canangkan ikhtiar kita untuk memenuhi apa-apa yang memang diperlukan, daripada untuk memenuhi syahwat keinginan. Islam menganjurkan kita untuk menggenggam harta sesuai kadar kebutuhan pribadi dan keluarga, serta memerintahkan infak dari sisa berlebih pemenuhan kebutuhan kita sehari-hari. Perlu diinsyafi bahwa jumlah infak itu, tak hanya sebatas ukuran sedekah recehan saja. Alangkah mulianya jika milik kita yang berlebih itu bisa bermanfaat untuk kepentingan umat, sebagai investasi pendidikan, usaha perdagangan atau apa saja yang berguna. Dengan begitu, hati kita akan terbebas dari hubbud dunya, dari perbuatan tercela seperti al- kanzu, sebagaimana dilakukan oknum aparat, pengusaha serta pejabat penimbun dan penyelundup BBM, yang kini tinggal menghitung waktu datangnya azab dari Allah 'azza wa jalla. Wallahu a'lam bish shawab. (red/aea)

No comments: