Sunday, July 10, 2005

Sesat Shalat Dwibahasa

Pada bulan-bulan terakhir ini, shalat, ibadah mahdhah paling urgensial dan esensial bagi umat Islam, menjadi media pelecehan dari pihak-pihak yang justru mengaku penganut Islam taat. Amerika Serikat punya Amina Wadud dan Asra Nomani, yang mensyahkan wanita mengimami lelaki dalam shalat, atas dasar pemikiran hadits dari Abu Dawud yang derajatnya dhaif. Setelah dua wanita laknatullah dari negeri Paman Sam, menyusul M Yusman Roy, seorang muallaf yang tiba-tiba didaulat sebagai Ustadz, yang telah menyebarkan metode shalat sesat dari pesantren I'tikaf Ngaji Lelaku-nya di Malang, Jawa Timur. Apapun motif dan niat lelaki yang tampil ber-blue jeans saat nampang di layar televisi itu, sebagian besar umat Islam pasti mafhum bahwasanya metode shalat yang demikian itu haram hukumnya. Dan apabila ada yang menyebutnya sebagai sebuah terobosan, hendaknya ia menyadari pula bahwa mengikuti cara-cara yang diperkenalkan oleh 'The New Snouck Hugrounje' itu, sama saja dengan meretas jalan pintas menuju kemurkaan-Nya.

Jalan kebenaran bagi seorang muslim sebetulnya sudah sedemikian jelas. Asalkan berpegang pada Al Qur'an dan Al Hadits, niscaya seorang muslim akan selamat di dunia dan meraih kemuliaan di akherat kelak. Al Qur'an memuat petunjuk dan perintah, sedangkan Al Hadits memuat keterangan bagaimana sebuah ibadah dilakukan, berdasarkan contoh langsung dari Rasulullah SAW. Misalnya, perintah menjalankan rukun Islam yang lima- shalat, syahadat, zakat, puasa dan haji. Perintah tersebut termaktub lengkap pada firman Allah dalam Al Qur'an, sedangkan bagaimana cara melaksanakannya dijelaskan oleh sabda Rasulullah SAW dalam Al Hadits. Al Hadits atau As-Sunnah dalam hal ini berfungsi sebagai Bayan Tafsir- penjelasan atas ayat-ayat yang sangat umum. Hadits "Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat" berfungsi pula sebagai Bayan Tafsir, sebab menjelaskan tafsiran dari ayat Al Qur'an : "aqiimush shalah..." yang berarti : "...dirikanlah shalat".

Jika seseorang menjalankan ibadah diluar cara yang ditetapkan syari'at (Al Qur'an dan Al Hadits), maka ibadah yang dilakukannya akan tertolak dari ridha Allah SWT. Berbicara mengenai shalat dwibahasa ajaran M Yusman Roy, ibadah tersebut tertolak karena caranya keluar dari Rukun Shalat, yaitu syarat-syarat yang menyebabkan ibadah shalat bisa dikatakan sah. Rukun shalat sendiri ada 11 rukun, lengkapnya adalah : niat, takbiratul ihram, berdiri bagi yang sanggup, membaca surat Al Fatihah, ruku' dengan thu'maninah, i'tidal dengan thu'maninah, sujud dua kali dengan thu'maninah, duduk antara dua sujud dengan thu'maninah, duduk dengan thu'maninah serta membaca tasyahud akhir dan shalawat nabi, membaca salam, serta tertib (melakukan rukun secara berurutan). Tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW bahwasanya bacaan shalat mesti diterjemahkan dalam bahasa ibu masing-masing bangsa, lalu diucapkan dengan dzahar, saat kita membaca rukun-rukun shalat yang tercantum dalam hadits shahih, maupun firman Allah SWT dalam Al Qur'an. Cara yang ditempuh jamaah Pesantren I'tikaf Ngaji Lelaku jelas-jelas merupakan metode sesat. Sebab rukun-rukun shalat berlandaskan pada dasar hukum yang sudah shahih dan muthlaq, tak bisa berubah atau diadaptasi, sebagaimana lazimnya ibadah-ibadah mahdhah (syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji sudah diatur dengan jelas dalam Al Qur'an dan Al Hadits).

Dalam tayangan televisi diperlihatkan bagaimana M Yusman Roy dan jemaahnya membaca Al Fatihah beserta terjemahan Indonesia-nya ketika shalat. Selain keluar dari rukun shalat seperti telah diuraikan diatas, membaca Al Qur'an diluar bahasa aslinya sama saja dengan menolak kebaikan yang dijanjikan Allah untuk seorang qari (pembaca Al Qur'an). Seperti telah kita mahfumi bersama bahwasanya setiap huruf Al Qur'an Nur Karim itu mengandung 10 kebaikan. Setiap terbaca satu huruf, Allah SWT memberikan ganjaran 10 kebaikan yang berlaku dunia-akhirat bagi siapapun pembacanya. Apa jadinya jika Al Qur'an dibaca diluar bahasa asli ? Sudah tentu Allah SWT tak memperhitungkan ganjaran 10 kebaikan yang Dia janjikan, karena hanya huruf Al Qur'an dalam teks aslilah yang mengandung mukjizat dan keberkahan. Berkah yang berlaku tidak hanya untuk orang yang lancar membaca atau mengerti makna bahasa qur'ani, melainkan juga untuk mereka yang membacanya secara terbata-bata.

Fenomena Pesantren I'tikaf Ngaji Lelaku bisa jadi akibat ketidak-pahaman sebagian umat, atau bisa juga sebuah upaya laten dalam rangka pelecehan dinul yang haq ini. Apapun motifnya, fenomena tersebut mengingatkan kita untuk kembali merenungkan ulang niat dan gerak shalat kita sehari-hari. Kita bisa mulai meneliti kembali korelasi antara shalat dan perbuatan kita. Kita bisa meneliti lagi kemampuan kita dalam pengetahuan bahasa qur'ani. Sehingga, selain bisa membacanya dengan fasih, makna yang terkandung dalam mukjizat terbesar Rasulullah SAW itu bisa juga membuat hati ini bergetar. Selain itu, janganlah kita terbawa tingkah para 'Musailamah-Musailamah baru', 'Abdullah bin Ubay masa kini' atau para 'Mirza Ghulam Ahmad millenium", yang berani mengutak-atik apa yang jelas-jelas sudah diatur dan ditetapkan dalam Al Qur'an maupun Al Hadits. "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam jadi agamamu", demikian firman Allah SWT dalam Al Qur'an surat Al Maa-idah ayat 3. Siapa yang memungkiri ketentuan-ketentuan yang sudah jelas diatur dan ditetapkan dalam Al Qur'an dan Al Hadits itu, maka berarti ia meragukan kesempurnaan agamanya sendiri. Yang berarti : meragukan Tuhannya, meragukan utusan Tuhannya !

No comments: