Sunday, July 10, 2005

Nilai Sedekah Kita

Saat seorang Bapak terjaga diwaktu subuh, berangkat mandi, melakukan shalat, santap pagi bersama istri dan anak lalu berangkat kerja, adakah terlintas dibenak kita bahwasanya detik-detik yang dilewati sang Bapak adalah sebuah sedekah ? Waktu Ibu menanak nasi-menata meja, menyiapkan baju sekolah lantas membantu Bapak mengenakan dasi, adakah terbersit dipikiran kita bahwasanya kerutinan biasa itu merupakan wujud perbuatan sedekah. Dan saat seorang anak tersenyum pada orangtuanya menjelang berangkat sekolah, adakah terpikir bahwasanya sepenggal tawanya adalah sedekah yang bernilai besar pada pandangan Allah SWT ?

Ada 21 ayat dalam Al Qur'an yang mengandung kata sedekah (2:196 ; 2:263 ; 2:264 ; 2:271 ; 2:276 ; 2:280 ; 4:92 ; 4:114 ; 5:45 ; 9:58 ; 9:60 ; 9:75 ; 9:76 ; 9:77 ; 9:79 ; 9:103 ; 9:104 ; 12:88 ; 33:35 ; 57:18 ; 58:12 ; 58:13 dan 63:10) Besarnya nilai sebuah sedekah salah satunya tersirat dari firman Allah SWT : ''Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian cintai. Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti mengetahuinya.''(Ali 'Imran: 92). Dalam hadits riwayat Bukhari, Abu Musa radhiyallahu 'anhu- juga berkata, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda, "Setiap muslim wajib bersedekah." Untuk memuaskan pertanyaan sahabat-sahabatnya, Rasulullah SAW lalu mengemukakan empat cara, empat tingkat kesanggupan seseorang dalam bersedekah. Pertama, "Bekerjalah dengan tanganmu sehingga berguna bagi dirimu dan kamu bisa memberi sedekah." Dua, "Membantu orang yang sangat membutuhkan." Tiga, "Menganjurkan kebaikan." Empat, "Menahan diri dari kejahatan, maka itu sedekah untuk dirinya sendiri."

Ustadz H.A. Hasan Ridwan, dalam sebuah rubrik konsultasi Islam, mendefinisikan sedekah sebagai pemberian dari seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu dan jumlah (haul dan nisab). Dengan demikian, sedekah digolongkan sebagai salah satu bentuk kebaikan pengundang keridlaan Allah 'azza wa jalla. Dari segi bentuk, sedekah sesungguhnya tidak dibatasi pemberian dalam bentuk uang, tetapi sejumlah amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang muslim, tambah Ustadz yang sehari-harinya aktif mengajar di IAIN Sunan Gunung Jati itu. Membaca firman Allah, sabda Rasulullah dan definisi mengenai sedekah dari seorang ulama itu, sedekah mengandung nilai sosial sekaligus nilai material. Kedua nilai itulah yang akan menjadi ukuran bobot sedekah sebagai suatu amal shalih.

Dalam Al Jamius Shahih Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah SAW pernah bercerita : - Ada seorang lelaki berkata, "Aku akan memberikan sedekah pada malam ini. Lalu dia keluar membawa sedekahnya dan meletakkannya di tangan seorang perempuan yang berzina yaitu pelacur. Keesokannya, orang ramai mulai membicarakan perempuan yang telah menerima sedekah pada malam itu. Mendengar gunjingan tersebut, lelaki itu lalu berkata: "Wahai Tuhanku! Hanya pada-Mu tempat segala puji ! Sedekahku telah kuberikan kepada wanita yang berzina. Maka aku akan bersedekah lagi." Lalu keluarlah dia membawa sedekahnya dan meletakkannya di tangan seorang kaya. Keesokan harinya orang ramai mulai membicarakan seorang kaya yang telah menerima sedekah. Mendengar hal tersebut, lelaki itu kembali berkata: "Wahai Tuhanku! Hanya pada-Mu tempat segala puji. Sedekahku telah kuberikan pada seorang yang kaya. Maka aku akan bersedekah lagi." Lantas keluarlah dia membawa sedekah dan meletakkannya di tangan seorang pencuri. Esoknya orang ramai mulai bercakap-cakap mengenai seorang pencuri yang telah menerima sedekah. Mendengar peristiwa tersebut, lelaki pemberi sedekah lalu berkata menyesali diri : "Wahai Tuhanku ! Hanya pada-Mu tempat segala puji ! Sedekahku telah aku berikan kepada seorang perempuan zina, pada orang kaya dan pada pencuri." Seseorang kemudian datang kepada lelaki itu. Tamu itu menasehati sang lelaki pemberi sedekah : "Sedekahmu benar-benar telah diterima. Boleh jadi perempuan zina itu berhenti dari zina karena sedekahmu. Orang kaya itu dapat pula mengambil pelajaran dan mau membelanjakan sebagian dari harta yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya, dan mungkin juga pencuri itu akan berhenti dari mencuri karena sedekahmu itu." (H.R. Bukhari-Muslim).

Merenungkan sabda Rasulullah SAW itu, selain dampak sosial dan materi, kesempurnaan pemberian ditentukan pula oleh spirit sang pemberi sedekah. Nilai spiritual yang dibangun dari sebentuk keikhlasan. Nilai spiritual ini melengkapi nilai sosial dan material sebuah sedekah, seperti terungkap dalam hadits dari Anas bin Malik r.a. Dalam hadits tersebut Rasulullah SAW bersabda : -Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya : "Ya Rabb, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?" Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" Para malaikat pun kembali bertanya : "Ya Rabb, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?" Allah menjawab, "Ada, yaitu api." Bertanya kembali para malaikat : "Ya Rabb, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?" Allah menjawab, "Ada, yaitu air." Malaikat kembali bertanya : "Ya Rabb, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada air?" Allah pun menjawab, "Ada, yaitu angin." Akhirnya, malaikat bertanya untuk kesekian kalinya : "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?" Allah yang Maha Gagah kemudian menjawab, "Ada. Yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."

Masyarakat ahli sedekah adalah masyarakat yang unggul secara sosial, material dan spiritual. Masyarakat dengan keunggulan seperti itu dibangun dari akumulasi keluarga yang gemar bersedekah. Keluarga yang secara sadar maupun tidak terbiasa melakukan sedekah, biasanya adalah sebuah keluarga dengan rutinitas wajar. Deskripsi di alinea pertama menggambarkan sebagian saja dari ciri keluarga dengan rutinitas wajar. Dalam keluarga demikian, rasa kasih-mengasihi, rasa sayang menyayangi mencuatkan sifat empati. Setelah empati tumbuh diantara para anggota keluarga tersebut, masing-masing anggota keluarga akan peka terhadap lingkungan luar keluarganya. Mereka kelak menikmati hubungan baik dengan tetangga, menyukai silaturrahmi antar kerabat dan saudara, serta cepat terpanggil untuk menolong orang lain yang tengah dilanda kesusahan. Sejak awal tahun sampai dengan saat ini, Allah SWT sepertinya tengah melatih kita, baik sebagai individu maupun sebagai institusi keluarga, untuk senantiasa peka dan hirau terhadap kesulitan orang lain. Berawal dari pengumpulan dana untuk korban tsunami Aceh, Nias, maupun banjir dan longsor yang kerap terjadi diberbagai daerah di Indonesia, kita sebagai pribadi maupun institusi keluarga diingatkan juga untuk selalu berempati pada korban wabah penyakit- mulai dari demam berdarah, malaria, kolera, sampai wabah polio liar yang melanda baru-baru ini. Rata-rata mereka yang terjangkiti adalah keluarga golongan ekonomi lemah, yang untuk hidup bersahaja sehari-hari saja sudah demikian sulit. Dorongan untuk bersedekah tersebut sudah semestinya dimanfaatkan dengan baik, mengingat manfaat multi bagi pemberi dan penerimanya. Bukankah hadits telah memberitahu kita bahwasanya sedekah mampu merubah kenistaan seorang pelacur, kerakusan seorang hartawan, juga kelicikan seorang pencuri ? Dan bukankah hadits telah menjanjikan derajat tinggi bagi seorang pemberi sedekah, sekaligus menjanjikan akhir yang baik bagi penerimanya ? Dengan pengetahuan atas janji Allah dan Rasul-Nya tersebut, kita berharap sedekah kita diwaktu lampau dan akan datang selalu mengundang keridlaan Allah dan berkah bagi penerimanya. Ingatlah, banyak saudara kita yang sedang menantikan berkah pertolongan dari sedekah kita.

No comments: