Sunday, July 10, 2005

Ketika Qur'an Dihina

9 Mei 2005, Newsweek menyiarkan kabar : "..telah terjadi pelecehan atas Al-Qur'an, kitab suci umat Islam." Dalam kolomnya itu, Newsweek menengarai interogator pasukan AS telah meletakkan copy-copy lembaran Al-Qur'an dalam toilet, sebelum mereka memusnahkannya kedalam kloset. Tindak menghinakan itu bertujuan untuk melumpuhkan mental tawanan Afghanistan di penjara Guantanamo, yang notabene adalah para penganut Islam. Hati umat muslim seluruh dunia tentu saja merasa pilu dan geram mendengar kabar yang memerahkan telinga itu. Kitab berisikan wahyu dari Allah- pemilik jiwa mereka, kitab yang mereka warisi dari Nabi SAW yang mulia, telah dilecehkan begitu rupa. Kemarahanpun berkobar di seantero dunia. Melaknat-mengutuki perbuatan biadab tersebut. Mata sebagian besar umat muslim yang marah, sampai detik ini, masih menyorot tajam pihak yang mereka anggap paling bertanggung-jawab atas tindakan penghinaan itu, yakni : Pemerintah Amerika Serikat.

Dihadapan anggota sub komite senat bidang anggaran negara, operasi luar negeri dan program-program terkait, Condoleeza Rice, Menteri Luar Negeri AS, memberikan pernyataan, untuk menanggapi nota protes dari berbagai negara Islam di dunia. "Jika terbukti benar, kami akan menindak mereka yang terlibat dengan tegas. " ujarnya."Kami menghormati kitab-kitab suci agama-agama besar dunia. Pelecehan terhadap Al-Qur'an adalah tindak yang sangat menjijikkan pada pandangan kami." tambah peraih gelar doktoral studi "International Security And Arms Control" dari Stanford University itu. Rice lalu mengutip prinsip kebebasan beragama yang tercantum dalam pasal undang-undang dasar negara Amerika Serikat. Menurut Rice, AS merupakan negara yang sangat melindungi hak setiap pribadi untuk beribadah sesuai agama yang dianut.

Setelah pernyataan Condoleeza Rice disiarkan Kedubes AS dan ramai dilansir media cetak/ elektronik Indonesia pada jum'at, 13 Mei 2005, reaksi keras mulai ditunjukkan oleh elemen-elemen kaum muslimin di negeri ini. Hizbut Tahrir (HT), salah satu gerakan Islam yang eksis dikalangan kampus-kampus di Indonesia, menggelar tabligh akbar di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tampil sebagai pembicara KH Muhammad Al Khattath dari HT dan Saleh Mahmud dari Front Pembela Islam (FPI). KH Muhammad Al Khattath menuntut George W. Bush, Presiden AS, untuk menyiarkan permintaan maafnya kepada umat Islam seluruh dunia. Saleh Mahmud dari FPI bahkan berbicara lebih lantang. "Kita susun barisan kekuatan Islam. Jangan pernah takut ditangkap atau mati. Jangan ada pendzhaliman atau pelecehan terhadap Islam lagi !" himbaunya dihadapan peserta tabligh yang terdiri dari ormas HT, FPI, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Gerakan Pemuda Muslim Indonesia (GPMI). Hadirin yang mayoritas mengenakan sorban-baju koko warna putih, tampak begitu antusias mendengarkan ceramah dari para tokoh-tokoh ormas.

Dari gedung Departemen Luar Negeri Indonesia di Pejambon, Jakarta Pusat, juru bicara departemen, Marty Natalegawa, menyampaikan protes pemerintah Indonesia terhadap AS."Kita sangat menyesali dan sangat tidak dapat menerima terjadinya insiden tersebut," jelas jubir Kementerian Luar Negeri itu pada Jum'at, 13 Mei 2005."Kitab suci seperti Al Qur'an, Injil, ataupun kitab-kitab yang lainnya harus dihormati. Untuk itu kami mendesak pemerintah AS agar menangkap pelaku dan memberinya hukuman setimpal." tambah Marty lagi. Suara pemerintah Indonesia tersebut diimbuhi pula oleh suara dari kalangan parpol Islam. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) meminta Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, mengurungkan kunjungan kenegaraannya ke AS. Menurut Lukman Hakiem, SBY sebagai kepala negara dengan mayoritas Islam terbesar di dunia, harus membatalkan kunjungan kenegaraannya pada akhir Juni, sebagai wujud penghayatannya terhadap luka yang mendalam bagi umat Islam di seluruh dunia. Jika George W. Bush telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka, jika pelaku-pelaku pelecehan itu telah ditangkap dan diberi hukuman setimpal, barulah FPPP menganggap layak Presiden RI melakukan kunjungan ke AS.

Jika ormas-ormas Islam, pemerintah RI, ataupun kalangan parpol Islam mengeluarkan pernyataan keras melalui cara-cara yang tertib, maka tidak demikian halnya dengan para pemrotes dari kalangan mahasiswa. Salah satunya di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Di sana, reaksi keras diwujudkan oleh mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin dengan cara melakukan sweeping warga AS. Hotel Imperial Aryaduta, Makassar Golden Hotel, dan Hotel Pantai Gapura menjadi sasaran sweeping mahasiswa terhadap warga AS. Saat sweeping mahasiswa sempat bersitegang dengan petugas keamanan hotel dan polisi. Mahasiswa berhasil menduduki lobi hotel lantas ngotot meminta daftar tamu dari pihak hotel. Keinginan itu dipenuhi oleh pihak hotel. Setelah memeriksa daftar tamu yang disodorkan, akhirnya mereka menemukan beberapa nama asing. Ketika mahasiswa menuntut agar ditunjukkan keberadaan tamu-tamu tersebut, pihak hotel menyatakan bahwa tamu yang dimaksud sudah check out. Sempat terjadi ketegangan, sebab mahasiswa masih tidak memercayai keterangan dari pihak hotel.

Kemarahan umat muslim Indonesia tak seberapa besar dibandingkan reaksi saudara-saudaranya di Afghanistan ataupun Pakistan. Di propinsi Baluchistan, seribu warga Pakistan menggelar demonstrasi besar-besaran. Para demonstran yang terdiri dari warga, pelajar, mahasiswa muslim, memulai aksinya dari Masjid di Quetta, perbatasan Afghanistan, sembari membawa spanduk dan gambar bernada protes terhadap aksi interogator AS di Guantanamo. Selesai demonstrasi di jalan-jalan utama Quetta, mereka mendengarkan orasi para pemimpin aliansi enam partai Islam yang tergabung dalam Muttahida Majlis-e-Amal (MMA). Tak hanya menginjak-nginjak bendera AS, setengah histeris para demonstran meneriakkan yel-yel anti George W. Bush, serta kecaman terhadap Presiden Pakistan, Pervez Musharraf. Demonstrasi di Baluchistan itu menyulut aksi yang sama diseluruh wilayah Pakistan. Peshawar dan Lahore mencatat aksi yang tak kalah sengit. Di dua kota tersebut, para demonstran meneriakan kata-kata : "Hancurlah Amerika !", selain melakukan aksi pembakaran bendera AS dan Patung George W. Bush.

Sejak Afghanistan diluluh-lantakkan, dan Irak jatuh dibawah imperialisme AS, tak terhitung aksi-aksi protes serupa yang terjadi terutama di negara mayoritas berpenduduk Islam. Tak jarang aksi menentang pendudukan AS itu malah memakan korban luka atau jiwa dikalangan kaum demonstran- pun aksi-aksi serupa di Afghanistan baru-baru ini. Dalam siaran Radio Jerman, Deutsch Welle, 16 orang tewas karena aksi brutal menentang tindakan oknum pasukan AS, dalam sebuah demonstrasi di Afghan. Setelah korban jatuh, pada hari Senin, 16 Mei 2005, melalui pernyataan salah seorang wartawannya,Daniel Klaidman, Newsweek menarik pemberitaan tentang tindakan para interogator AS di Guantanamo itu. Majalah terkemuka AS itu mengakui adanya kekeliruan dalam depth-reportase mereka, dan meragukan informasi yang mereka peroleh dari sumber mereka di Guantanamo. Mark Whitaker, sang pemimpin redaksi majalah Newsweek, dalam wawancaranya dengan stasiun televisi NBC pada Selasa, 17 Mei 2005, justru malah menuding 'kaum muslim radikal' telah memanfaatkan pemberitaan tersebut sebagai momen untuk berbuat keonaran.

Ketika sesama saudara kita kaum muslimin dihinakan, selayaknya sebagai saudara seiman kitapun merasa terhina. Antara muslim yang satu dengan muslim lainnya ibarat satu tubuh. Jika yang satu perih, yang lainpun akan merasakan kepedihan serupa. Begitulah hakikat persaudaraan sesama muslim. Dan disaat kitab suci Al Qur'an dilecehkan, kemarahan kita bersama adalah sebentuk kewajaran, bahkan suatu kewajiban, sebab pelecehan terhadap Al Qur'an sama saja penistaan terhadap falsafah hidup yang kita anut sebagai muslim. Namun, dalam kegeraman kita masih dituntut untuk berpikir jernih. Jangan sampai reaksi kita menjurus pada tindak berlebihan, misalnya dengan balik mencaci dan menghina perangkat-perangkat sakral agama lain. Itu bukan penyelesaian masalah. Nabi Muhammad SAW pernah memperingatkan kita melalui sabdanya, "Orang yang hina adalah orang yang menghina agama orang lain, sehingga orang yang beragama lain itu balik menghina agamanya sendiri." Dalam berbagai hadits, beliaupun telah menunjukkan bagaimana caranya bersikap sabar, ketika menghadapi celaan dan hinaan kaum kafir quraisy ataupun orang-orang Yahudi.

Untuk menyikapi peristiwa ini dengan benar, sebaiknya kita memilah, meneliti kronologinya secermat mungkin. Salah seorang anggota Majelis Syuro Komite Persiapan Penegakan Syari'at Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan, Mansyur Semma, menilai ada apa-apanya dibalik berita pelecehan Al Qur'an yang hanya di-blow up media barat di wilayah sekitar Afghanistan, Pakistan dan Timur Tengah. Bisa jadi pemberitaan Newsweek adalah bagian dari strategi AS untuk memancing reaksi Al Qaeda atau kalangan muslim fundamentalis, yang selama ini mereka anggap sebagai onak imperialisme AS di 'Jalur Emas Hitam'. Andai Al Qaeda atau kalangan muslim lain menunjukkan reaksi kerasnya, berarti kesempatan bagi AS untuk bertindak represif, layaknya pasca Tragedi 911 yang berujung pada invasi AS ke wilayah Afghanistan. Jadi, bisa saja pemberitaan Newsweek ini sekedar alat untuk memancing reaksi kaum muslimin pada umumnya, sehingga AS bisa menyapu semua potensi sumber daya umat dengan sebebas-bebasnya.

Kita memang perlu mengelola emosi, agar reaksi kemarahan kita tetap menghasilkan output positif bagi diri dan sesama umat. Kita bisa memulainya dengan sedikit evaluasi, sedikit bertanya : Apakah ada media Islam yang mampu melayani kebutuhan umat akan informasi, sehingga umat tidak melulu terprovokasi oleh berita-berita media sekuler diwaktu sekarang ini ? Lantas, sampai dimana kepercayaan umat terhadap media Islam yang ada, sehingga umat tak perlu mengambil sikap dengan pedoman referensi media-media sekuler ? Setidaknya itulah sedikit hikmah dibalik peristiwa ini. Hikmah lainnya akan terungkap, setelah kita kembali mentadzaburi Al Qur'an Nur karim. Siapa tahu apa yang diperbuat opsir laknat di Guantanamo itu, pada hakikatnya, tak seburuk perilaku kita yang mengaku muslim, tapi kerap melanggar larangan-Nya ; sering melalaikan perintah-Nya, yang termaktub dalam kitabullah tersebut. Kendati apa yang dilakukan opsir laknat itu -jika memang terjadi - begitu sangat memedihkan hati, mari kita camkan dalam jiwa ini : "Takkan hina Al Qur'an karena pelecehan mahluk ataupun seorang manusia. Kehinaan dan laknat hanya bagi orang yang melecehkannya, enggan membacanya, malas menghayati makna dibalik huruf demi hurufnya, ragu atas petunjuk yang tersirat dalam ayat-ayatnya." Wallahu a'lam bish shawab.

No comments: