Monday, July 11, 2005

Kaffah Sebelum Khilafah

Sejak Nabi Adam a.s. hidup dan bertinggal di muka bumi, manusia telah dibekali dan diajari- baik secara langsung maupun tak langsung- berbagai norma, nilai serta tata cara hidup. Semenjak kejadiannya, manusia telah menerima peraturan-peraturan ini. Bilamana Allah mengirimkan para Rasul untuk menyampaikan perintah-perintah-Nya, yang kelak berguna sebagai pedoman hablumminallah dan hablumminannaas, dalam hati kecilnya setiap orang pasti membenarkan risalah itu. Sekalipun dia Fir'aun, Qarun, Abrahah atau Abu Jahal yang pada dzahir-nya tampak mengingkari. Hal itu menjadi niscaya, mengingat Allah sendirilah yang telah menanamkan perasaan fitriah itu.

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : "Bukankah Aku ini Tuhanmu ?" Mereka mejawab : "Betul (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)." (Q.S. 7 :172)

Ayat tersebut mengamsalkan, bahwasanya semua manusia telah mengangkat janji dihadapan Allah, jauh sebelum mereka terlahir ke bumi. Isi janji manusia adalah pengakuan terhadap keesaan-Nya : "Tiada Tuhan selain Allah." Alam arwahlah tempat manusia bersaksi, bahwasanya Allah sajalah Tuhan yang patut disembah. Untuk menyembah Khaliq-nya, manusia menganut agama sebagai sebuah sarana. Dalam agama inilah terumuskan : siapa Tuhan, siapa utusan, siapa mahluk dan bagaimana jalinan keseluruhannya.

***

Agama termasuk kebutuhan fitrah. Didalamnya terkandung norma-norma, nilai-nilai, tata cara beribadah serta menjalani hidup. Satu-satunya agama yang diridhai Allah hanyalah Islam (Q.S. 2:19). Barang-siapa mencari agama selain Islam, maka Allah tak akan menerima agamanya itu. Dan kelak di hari akhirat nanti, orang yang keluar dari Islam, akan termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi (Q.S. 2:85).

Allah menjamin setiap orang yang ikhlas menjalankan segala perintah-Nya yang termaktub dalam Al Qur'an. Mereka dijamin akan selamat dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Allah meridhai mereka, atas keistiqamahan mereka mengikuti apa yang dititahkan, menjauhi apa yang dilarang, karena yakin akan kesempurnaan Islam sebagai pedoman. Mereka meyakini kebenaran wahyu, sebagai manifestasi kepercayaan penuh atas firman Allah dalam Al Qur'an surat Al Maa-idah ayat 3 : "... Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu."

***
Sungguh beruntung mereka yang ditakdirkan Allah menjadi bagian umat Muhammad SAW. Mereka tinggal menjalankan apa yang termaktub dalam Al Qur'an dan Al Hadits, dalam mencari kebahagiaan dunia dan akhirat. Tak perlu merasa takut, ragu atau risih dalam menerapkan kaidah-kaidah-Nya dalam perilaku keseharian. Bukankah segala hal telah diatur sempurna ? Bahkan hal-hal kecil seperti cara makan, sikap minum, adab bersin atau mandi saja sudah diatur begitu rapi, dalam dien yang sempurna ini.

Lalu, kenapa masih ada orang yang tak bisa mengecap kebahagiaan, kendati mengaku beragama Islam ? Kenapa masih ada yang merasa tidak bahagia, padahal dzahir-nya rajin melaksanakan shalat, zakat, puasa, bahkan sudah mengenakan gelar haji ?

Allah SWT telah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam keamanan (Islam) secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. 2 :208)

Tanpa mengamalkan Islam secara kaffah atau menyeluruh, seorang muslim tentu sulit merasai kebahagiaan hakiki- meskipun mereka rajin menunaikan berbagai ibadah mahdhah. Orang yang shalat namun tak mampu menjaga lisan, orang yang berzakat dengan harta yang haram, adalah contoh mereka yang memeluk Islam setengah jalan. Pun mereka yang shaum tanpa menjaga pandangan, atau mereka yang berhaji tapi hobi berbuat kemaksiatan. Merekalah contoh orang yang telah mencampur-adukkan antara kebenaran dan kebathilan. Prototype manusia yang menjalankan dien-nya dengan setengah-setengah. Berislam namun tidak kaffah.

Selain merugikan diri sendiri, tipe manusia 'abu-abu'sebagaimana pemaparan diatas, berpotensi merusak kredibilitas Islam sendiri. Gelar khalifatul 'ardh, predikat Islam sebagai agama rahmatan lil 'aalamiin, bakal dipertanyakan oleh penganut kepercayaan lain- melihat ambiguitas yang dipertontonkan para penganut Islam setengah hati itu. Lebih buruk lagi dampaknya terhadap dakwah. Dakwah yang susah payah digagas oleh para penganut Islam kaffah, ujung-ujungnya kembali 'mentah', jika jumlah penganut setengah hati itu lebih banyak, dan ulah mereka lebih ter-expose oleh media atau orang yang apriori terhadap Islam.

Asal satu ucapan dengan perbuatan, lambat laun kita bisa menjalankan perintah agama secara utuh dan menyeluruh. Untuk menjadi muslim seutuhnya memang tak bisa dengan sekali pukul atau sekali jadi. Melalui proses riyadhah kesinambungan- dimulai dengan thalabul 'ilmi, rutin mengamalkan ilmu sesuai kemampuan- lambat-laun kita akan menjadi abdullah yang kaffah. Kunci aplikasi dari proses riyadhah adalah sabar mempelajari dan tekun mengamalkan. Kendali riyadhah adalah tafakur dan rajin bertanya pada guru atau ustadz yang membimbing. Dengan begitu, kita bisa mengevaluasi, mengukur tingkat keislaman, keimanan dan keihsanan dalam diri kita.

Kiranya itulah kiat menjadi kaffah yang paling realistis, untuk saat ini. Kiat kaffah yang sederhana, sekalian menafikan pendapat bahwa : tak mungkin seorang muslim menjadi kaffah, sebelum berdirinya khilafah.

Untuk kembali kepada fitrah kita memang tak perlu menunggu momen atau mencari waktu khusus. Justru gerak kita memperbaiki diri itulah yang besar pengaruhnya terhadap suatu momen. Maka, mulailah ber-riyadhah, ber-marhalah, dan niatkan untuk terus istiqamah- 'menuju' muslim kaffah mulai saat ini. Langkah awal yang dimulai dari kesadaran pribadi untuk menjadi penganut Islam yang utuh itulah, yang kelak membentuk kesadaran umum, akan perlunya sistem sosial dan politik yang juga kaffah, yaitu : khilafah.

No comments: