Sunday, July 10, 2005

Cita-cita Keluarga Sakinah

Maqam keimanan dan ketakwaan, yang terejawantahkan dalam setiap gerak aktivitas seorang muslim adalah parameter bagi keunggulan diri. Hanya insan beriman dan bertakwalah, yang mampu melebur potensi diri untuk berbuat yang terbaik, berkarya yang bermanfaat, bagi agama, negara dan masyarakat. Proses penggemblengan insan unggulan tersebut bermula dari suatu wadah. Wadah atau organisme terkecil pembentuk masyarakat, yaitu : family atau keluarga. Family dalam Cambridge Advanced Learner's Dictionaries berarti "a group of people who are related to each other, such as a mother, a father, and their children." Bila diterjemahkan kedalam bahasa indonesia artinya adalah kelompok orang yang berhubungan satu sama lain, seperti ibu, ayah dan anak-anak.

Keluarga adalah tempat darimana setiap individu berasal dan dibesarkan. Karenanya, karakter keluarga banyak memengaruhi jati diri, cara-ciri seseorang dalam memandang berbagai dimensi kehidupan. Keluargalah influence utama bagi setiap pribadi. Pengalaman serta apa yang dipelajari seseorang dalam keluarga, secara tak langsung merupakan proses doktrinasi. Bagaimana seseorang mengemukakan pendapat, memilih kegiatan, berpartisipasi dalam kelompok, atau mengekspresikan sikap dimanapun ia berada, tak bisa lepas dari doktrin asal yang dianut keluarganya.

Doktrin dalam wujud nilai-nilai anutan, adalah pedoman setiap individu dalam menjalin hubungan horisontal maupun vertikal, dengan sesama manusia atau dengan Allah SWT sebagai Rabbul Áalamiin. Bila nilai yang diajarkan sarat akan hikmah kebaikan, maka produk keluarga tersebut adalah pribadi-pribadi unggulan. Unggul intelektual, unggul emosional, juga unggul spiritual. Artinya, selain cerdas dan mampu bersosialisasi dengan baik, insan unggulan berada pada tingkat keimanan dan ketakwaan yang istimewa.

Lalu, keluarga seperti apa yang mampu melahirkan pribadi-pribadi sebagaimana dipaparkan tersebut ?

***
Tiap-tiap pasangan muslim merindukan hidup dalam naungan rumahtangga sakinah. Rumahtangga atau keluarga yang sakinah didefinisikan sebagai suatu bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mendapat ridha dari Allah SWT, dan mampu menumbuhkan rasa kasih sayang pada diri setiap anggotanya. Dalam keluarga sakinah, tiap-tiap anggota akan merasa aman, tenteram, damai, bahagia, dalam menggapai cita-cita sejahtera di dunia dan akhirat kelak.

Dr. Muhammad Syafi'i Antonio M.Sc, mengungkapkan bahwa cita-cita keluarga sakinah akan tercapai dengan terpenuhinya beberapa syarat pokok, yaitu : "rumah yang luas" , "kendaraan yang nyaman", isteri atau suami yang saleh dan salehah, serta rizki yang halal dan baik. "Rumah yang luas, maksudnya bukan rumah yang secara fisik berukuran luas, tetapi merupakan tempat tinggal yang membeirkan kelapangan hati, rasa tentram dan nyaman, seperti yang dimiliki oleh Rasulullah SAW sendiri. Kendaraan yang nyaman, tidak terbatas pada kuda, kereta atau mobil yang cepat saja, tetapi ia mempunyai fasilitas yang baik untuk menghantarkan pemiliknya ke tempat-tempat yang baik pula." tambah pengusaha muslim terkemuka yang kini menjabat sebagai Chairman of Batasa Tazkia Consulting itu.

Menurut Ustadz HM Ihsan Tanjung, secara konkret, keluarga sakinah adalah rumahtangga dan tempat tinggal yang membuat para anggotanya betah berkumpul dan betah berinteraksi satu sama lain. Karena kedekatan dan kemesraan hubungan ayah, ibu dan anak-anaknya itu, masing-masing selalu tak sabar untuk kembali berkumpul di rumah, saat waktu aktivitas bekerja atau sekolah berakhir. Maka, bukan keluarga sakinah namanya, jika ayah, ibu, anak-anak enggan untuk segera menikmati kebersamaan, berbincang soal keseharian, saat rehat dari aktivitas sehari-hari. Bukan keluarga sakinah namanya, jika suami enggan pulang ke rumah, lebih suka clubbing, tak suka bicara soal keluarga dan tak merasa keluarganya memberikan sesuatu yang ia butuhkan, terutama : ketentraman hidup.

***
Dalam Konsep Pengembangan Keluarga Sakinah Persyarikatan A'isyiyah dicetuskan, bahwa keluarga sakinahlah yang mampu berfungsi sebagai lahan persemaian dan pengembangan manusia beriman- sosok person yang dicirikan dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 177 : "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebaktian orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." Ada tiga karakteristik utama dalam pribadi manusia bertakwa, saat menyimak ayat ke 177 dari surat Al Baqarah itu. Karakteristik utama yang terumuskan sebagai : manusia yang memiliki rasa kedekatan dan keterikatan kepada Allah SWT ; manusia yang memiliki tanggungjawab atas pembentukan akhlak pribadi ; manusia yang memiliki tanggungjawab atas terbentuknya tatanan masyarakat sejahtera.

Menilik kondisi masyarakat kita yang jauh dari sejahtera, bisa jadi salah satu penyebabnya adalah semakin goyahnya fondasi keluarga sakinah dalam rata-rata 'bangunan' keluarga kita. Kejadian yang menimpa ayah, ibu, anak-anak sehingga tampak rentan dijangkiti stres, adalah fakta yang menegaskan bahwa nilai-nilai yang mulia itu tidak lagi menjadi pedoman rata-rata keluarga di Indonesia. Kejadian broken home, samen laven, tingkat perceraian yang tinggi, membuat banyak kalangan mempertanyakan : kemana perginya nilai-nilai keberkahan keluarga yang telah dicontohkan oleh keluarga Rasulullah SAW itu ?

Menyaksikan fakta tersebut, dalam puncak peringatan Hari Keluarga Nasional yang dipusatkan di silang Monas pada 3 Juli 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-pun mengingatkan : "Mari kita jaga dan pelihara terus prinsip-prinsip dan nilai-nilai hidup keluarga yang mulia tersebut untuk selama-lamanya. Kita tidak perlu meniru-niru gaya kehidupan bangsa asing, yang tidak sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa."

Apa yang Presiden sampaikan, tentu sangat relevan untuk waktu dan kondisi sekarang. Namun ditengah gempuran media global yang rajin mempropagandakan budaya asing yang palsu, diantara rata-rata keluarga dan individu yang kerap termakan westernisasi itu, bisa jadi kita masih harus menunggu terwujudnya cita-cita keluarga sakinah, cita-cita masyarakat sejahtera berazaskan nilai-nilai mulia. Masih banyak individu atau keluarga yang membutuhkan waktu, untuk mengurai akar permasalahan serta jujur mengakui, bahwa kehidupan mereka telah beranjak jauh dari prinsip dan cita-cita keluarga mulia.

Menyimak fakta tersebut, cita-cita keluarga sakinah, cita-cita masyarakat madani, kini menagih kita untuk berjuang sekuat tenaga. Lewat pendidikan, informasi, dan praktek nyata yang kita upayakan dari sekarang, ide tersebut kelak tak hanya tinggal sebagai wacana, tak hanya bersemi dalam acara seminar, diskusi atau lokakarya setahun sekali. Semoga saja, dengan begitu kita tak perlu menunggu terwujudnya tatanan keluarga sakinah/masyarakat ideal, untuk kurun waktu yang lama.

No comments: