Friday, July 29, 2005

Bidadari Surga, Bidadari Bumi

Waktu pertama penulis mengutarakan niat kepada Abah untuk mencari calon pendamping hidup, Abah menasihatkan supaya calon yang dipilih nanti haruslah wanita yang : taat menjalankan perintah agama, rupawan wajah dan sehat jasmaninya, berasal dari keturunan baik-baik, serta berharta. “Begitulah sabda Rasulullah, Nak.” wasiat Abah kepada penulis ketika itu. Dijelaskan pula oleh Abah, bahwa ketaatan beragamalah yang paling utama diantara empat kriteria yang diungkapkan Rasulullah SAW. “Wanita yang taat menjalankan perintah agama adalah calon bidadari di surga nanti. Gitu, kata Ustadz Husin.” timpal Ummi sambil meletakkan sepiring ulen goreng.

”Sebelum jadi bidadari di surga, jadi bidadari untuk suami dan anak-anaknya dulu dong, Mi.” jawab penulis.

“Ya, pasti. Cuma, ada bedanya 'bidadari surga' sama 'bidadari bumi', Bang.”

“Apa bedanya, Mi ?”timpal Abah dan penulis hampir bersamaan.

Rupanya Nurul, adik penulis, memperhatikan pembicaraan kami sejak tadi. Dari sudut ruangan, tempat ia khusyuk menekuri La Tahzan-nya, Nurul menjawab pertanyaan Abah dan penulis : “Kalau bidadari surga sih selalu wangi dan anggun. Tubuhnya selalu molek, nggak bakal gendut, bau bawang atau keriput. Kalau bidadari bumi nggak begitu, Bang. Kadangkala wangi, kadangkala bau. Kadangkala langsing, kadangkala gemuk. Dan perlu Abang ingat, semua bidadari bumi, kalau usianya sudah sampai 50 tahun kulitnya pasti keriput !”

“Haibat betul anak Ummi. Nelen buku tiap hari sih !” kelakar Abah.

***

Lumrah bagi wanita untuk tampil bersih-wangi, dengan parfum termahal sekalipun. Untuk menyenangkan suami, anak atau handai-taulan, tak ada salahnya wanita berusaha tampil anggun dan menarik. Berkerudung batik, pakai kain etnik, asalkan waktu dan sikon memungkinkan, tentu tidak jadi masalah.

Namun ada juga waktunya bagi wanita, untuk melupakan soal pernak-pernik penampilan itu. Yaitu, tatkala pekerjaan-pekerjaan rumahtangga telah menunggu kecekatan tangan dan ketulusan hati, siap untuk mereka kerjakan. Dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia sendiri disebutkan : kewajiban utama seorang istri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami, dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam ; serta wajib menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya. Termasuk dalam kewajiban nomor dua ini adalah memelihara anak dengan telaten- penuh kasih sayang.

Saat menekuni kewajibannya, wanita harus rela bersimbah keringat, berkuah peluh, jauh dari oriflame atau davidoff-nya. Begitu pula saat ia menjerang air, menanak nasi, menyiapkan rempah-rempah pelezat bagi makanan keluarga. Jari-jari tangannya bisa menguning oleh warna kunyit, bisa merasa panas oleh lada atau bubuk merica, bahkan tak jarang, jari-jari lentiknya itu melepuh perih- disaat tangannya keliru menyentuh teko penjerangan air.

Kewajiban wanita bertambah berat ketika ia ditakdirkan mengandung. Selama kurang lebih 40 minggu ia mesti merawat kesehatan janin, sembari disibukkan oleh kegiatan harian melayani keluarga, terutama : sang suami. Sambil menahan rasa mual serta penat yang sangat, ia dituntut untuk bersabar melaksanakan kewajibannya.

Setelah menjadi seorang ibu, mulai dari usia jabang bayi satu hari, bertambah lagi amanah seorang wanita. Jika sebelumnya ia hanya disibukkan oleh pekerjaan mengurus suami, maka kini ia disibukkan pula oleh ikhtiar mengurus bayi. Ikhtiar tersebut bahkan tak mengenal jam istirahat. Jam berapapun anak menangis, ngompol, be-a-be (buang air besar), sang ibu harus siap bekerja- menyusui sang anak, meredakan tangisnya, membersihkan tilamnya, serta mengganti pampers yang penuh.

Sampai anak merangkak remaja, beranjak dewasa, menemukan pasangan hidupnya, bahkan hingga sang anak mengaruniainya cucu, kasih sayang seorang ibu tak pernah sedikitpun berkurang. Ibulah yang selalu mencemaskan kesehatan dan keselamatan anaknya. Pun ketika sang anak masih balita, remaja belia atau ketika sudah dewasa. Karena berat amanah dan mulianya seorang ibu ketika tuntas menunaikan amanahnya terhadap sang anak, Rasulullah SAW menempatkan posisi ibu dalam posisi yang sedemikian terhormat. “Ibumu, ibumu, ibumu.” begitulah Rasulullah SAW menjawab pertanyaan seorang sahabat, saat sahabat bertanya : siapa orang yang pertama, kedua dan ketiga, yang harus dihormatinya. Dan barulah pada kali yang keempat, Rasulullah SAW menjawab : “Ayahmu.”

***

“Ummi harus rela mengerjakan semua kewajiban. Sebab itulah bekal Ummi, agar kelak Ummi bisa menjadi bidadari di surga.” ucap Ummi.

“Ya, betul, Mi. Abang kira Ummi sudah berhasil menjadi bidadari bagi Abah dan anak-anak.”balas penulis pelan.

“Jadi nggak betul, Bang, kalau ada yang menganggap perempuan itu tidak setara dengan laki-laki. Seorang bapak nyatanya cuma duduk di nomor empat. 1, 2, 3-nya diborong semua sama ibu.”tambah Abah usai menggigit sepotong ulen.”Dan setelah Abang tahu perbedaan bidadari surga dengan bidadari bumi, Abang dan Nurul perlu juga tahu apa persamaannya.”

“Apa persamaannya, Bah ?”

“Meski kecantikannya hanya berlaku semasa ia masih gadis belia, walau kulit sudah keriput dan badannya tidak semolek dulu, tetapi cahaya yang terpancar dari raut dan pembawaan seorang 'bidadari bumi' nggak ada bedanya dengan 'bidadari surga'. Yakni, tidak pernah mengenal tua dan tidak pernah mengenal masa. ”

“Wah, Haibat betul nih suaminya Ummi. Nelen ketan tiap hari sih !” goda Nurul membalas kelakaran Abah.



*Pengamat Masalah Keluarga & Muslimah

No comments: